Minggu, 16 Januari 2011

METAFISIKA AL-GHAZALI DAN AL-FARABI

AL-GHAZALI
METAFISIKA (KETUHANAN)
            Adapun Masalah ketuhanan  menurut  Al-Ghazali adalah:
Allah adalah satu-satu nya sebab bagi alam .Alam ini Allah ciptakan dengan kehendak nya dan kekuasaan nya,karena kehendak Allah adalah sebab bagi segala yang ada       (Al-maujuddat),sedangkan ilmu nya meliputi sesgala sesuatu.[1]
Allah zat yang pertama tidak bisa di bagi-bagi secara genus dan species.Allah adalah wujud sederhana tanpa subtansi.[2]
Al-Ghazali memberikan reaksi keras terhadap Neo-Platonisme Islam,menurutnya banyak sekali terdapat kesalahan filosof,karena mereka tidak teliti seperti halnya dalam lapangan logika dan matematika.Untuk itu Al-Ghazali mengencam secara langsung tokoh Neo-Platonisme musim (Al-Farabi dan Ibn Sina),dan secara tidak langsung kepada Aristoteles, guru mereka. Menurut Al-Ghazali sebagaimana dikemukakannya dalam bukunya Tahaful Al-Falasifah,para pemikir besar tersebut ingin meninggalkan keyakinan-keyakinan Islam dan mengabaikan dasar-dasar pemujaan dengan mengangap sebagai tidak berguna bagi pencapaian intelektual mereka.[3]
Al-Ghazali menghantam pendapat-pendapat filsafat Yunani diantaranya juga Ibn Sina c.s. dalam dua puluh masalah.Diantaranya yang terpenting ialah:Al-Ghazali meyerang dalil-dalil filsafat (Aristotoles) tentang azalinya alam dan dunia. Disini Al-Ghazali berpendapat bahwa alam (dunia) berasal dari tidak ada menjadi ada sebab diciptakan oleh Tuhan.Al-Ghazali menyerang kaum filsafat (Aristoteles) tentang pastinya keabadian alam,ia berpendapat bahwa soal keabadian alam itu terserah kepada Tuhan semata-mata. Mungkin saja alam itu terus menerus tanpa akhir andai kata Tuhan menghendakinya. Akan tetapi,bukanlah suatu kepastian harus adanya keabadian alam disebabkan oleh dirinya sendiri diluar iradat Tuhan.Al-Ghazali menyerang pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan hanya mengetahui soal-soal yang besar saja,tetapi tidak menegetahui soal-soal yang kecil (juzizat).Al-Ghazali juga menentang pendapat filsafat bahwa segala sesuatu terjadi dengan kepastian hukum sebab dan akibat semata-mata, dan mustahil ada penyelewengan dari hukum itu.Bagi Al-Ghazali segala peristiwa yang serupa dengan hukum sebab dan akibat itu hanyalah kebiasaan (adat) semata-mata,dan bukan hukum kepastian.Dalam hal ini jelas Al-Ghazali menyokong pendapat Ijraraul-A'dat dari Al-Asy'ari.[4]

Tentang Ilmu Ketuhanan Al-Ghazali mengatkan:Zaman itu tidak terbatas,sedangkan menciptakan zaman dalam zaman adalah perkara yang mustahil(tidak mungkin).Hari menurut etimologi adalah alam yang bersifat temporer(hadis)sedangkan “hari-hari Allah “dalam firman nya “Dan ingatkanlah kepada mareka tentang hari-hari Allah.’(Q.S.IBRAHIM:5),adalah tahapan dalam ciptaan nya yang cukup variatif.Diantaranya ada yang dalam waktu empat hari,sehari untuk bahan langit,sehari untuk perancangan gambar,sehari untuk bintang-bintang nya dan sehari untuk jiwa-jiwanya.[5]
Al-Ghazali juga menjelaskan tentang tugas Allah kepada hambanya.Penugasan Allah kepada hambanya tidak sama dengan perintah manusia kepada budak atau pembantunya untuk melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan tujuan dan kepentingan majikan nya,sehingga kalau ia tidak mendapatkan imbalan keuntungan dari pekerjaan itu ,maka ia tidak akan memerintah nya.Penugasan Allah kepada hambanya untuk beribadat adalah berlaku seperti perintah seorang dokter kepada pasien nya.[6]
Allah menciptakan kebahagiaan itu diperlukan sarana yang bisa menunjang nya,yaitu taat kepada nya,mengendalikan hawa nafsu dengan cara bersungguh-sungguh (mujahadah)dalam membersihkan nafsu dari segala kerendahan,karena kerendahan  akhlak dapat mengahancurkan kehidupan akhirat.[7]
Al-Ghazali juga menjelaskan tentang Makluk.Benda-beda ciptaan dan makhluk diwujudkan oleh Allah swt,secara tertib.Dia adalah dzat yang pertama yang tidak ada permulaan lagi sebelim nya.Dari dzatnya pula seluruh makluk bahkan seluruh apa saja yang mungkin terjadi adalah muncul dari nya ,kemudian runtutan ini  akan semakin ke bawah  dan terus kebawah sampai tingkat bahan yang terendah.[8]
Al-Ghazali Juga Menjelaskan tengtang seputar malaikat ,jin,dan setan.Menurut Al-ghazali Malaika,jin dan syetan adalah jauhar atau elemen-elemen inti yang berdiri sendiri,yang pada hakikat nya mareka sangat berbeda antara jenis-jenis nya.
Ini bisa di contohkan,bahwa sifat Qudrat (kuasa)adalah berbeda dengan ilmu,sedangkan ilmu berbeda dengan qudrat,kedua sifat itu adalah berbeda ,jenis yang satu tidak sama dengan jenis yang lain.Qudrat ilmu adalah sifat yang berdiri atau melekat pada dzat lain.Demikian pula perbedaan antara malikat,setan,jin.Masing-masing adalah Jauhar yang berdiri sendiri.[9]





AL-FARABI
            METAFISIKA (KETUHANAN)
Allah Esa tak terbilang sama sekali,tak menyamai makluk-makluk nya,kekal tak akan fana.Allah yang Esa yang sebenar nya karena ia Esa dengan sendiri nya karena tidak mengambil keesaan nya dari selain diri nya.Allah adalah pengerak pertama yang tidak bergerak,sebab pertama yang tak bersebab dan eksistensi yang sebenarnya yang ada,tidak akan tidak ada untuk selamanya,bahkan ia selalu ada Allah adalah pencipta yang maha kuasa dan pencipta yang maha bijak.[10]

Al-Farabi juga menggunakan pemikiran Aristoteles dan Neo-Platonisme,yakni Al-Maujud Al-Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yang ada. Konsep ini tidak bertentangan dengan keesaan dalam ajaran Islam.Dalam pembuktian adanya Tuhan, Al-Farabi mengemukakan dalil wajib dan mukmin al-wujud. Menurutnya segala yang ada ini hanya dua kemungkinan dan tidak ada aternatif yang ketiga.[11]
Persoalan-persoalan filsafat telah dibahas oleh filosof sebelumnya, baik dari Yunani atau yang lainnya, meski pemecahan yang dilakukan mereka saling berlawanan.Al-Farabi dalam usaha memecahkan persoalan tersebut tidak terlepas murni dari pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh mereka itu. Diantara persoalan itu adalah Esa dan berbilang.[12]
 wajib al- wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak ada, ada dengan sendirinya, esensi dan wujudnya adalah sama dan satu, ia adalah yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada. Jika wujud ini tidak ada maka akan timbul kemustahilan,karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya inilah yang disebut tuhan.[13]
Sedangkan mumkin al- wujud adalah sesuatu yang sama antara wujud dan tidaknya mumkin adalah wujud tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujud yang menguatkan dan yang menguatkan itu bukan dirinya tapi wajib al wujud, walaupun demikian mustahil terjadi daur dan tasalsul (processus in infinitum) karena rentetan sebab akibat itu akan berakhir pada wajib al- wujud.[14]
Tentang sifat tuhan Al- Farabi sejalan dengan paham mu’tazilah yakni sifat tuhan tidak berbeda dengan subtansi-Nya,orang boleh saja menyebut asma Al-Husna sebanyak yang dia ketahui, tapi nama tersebut tidak menunjukkan adanya bagian-bagian pada dzat tuhan atau sifat-sifat yang berbeda dari dzat-Nya. bagi Al- Farabi, tuhan adalah ‘aql murni ia esa adanya dan yang menjadi obyek pemikiran-Nya hanya subtansi-Nya saja.ia tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk memikirkan subtansi-Nya, jadi tuhan adalah ‘aql, aqil, dan ma’qul.tuhan juga maha tahu, jadi tuhan adalah mengetahui dan subtansi yang diketahui (ilm,’alim,dan ma’lum).
Tentang ilmu tuhan pemikiran Al-Farabi terpengaruh oleh aristoteles dengan mengatakan bahwa tuhan tidak mengetahui dan tidak memikirkan alam, pemikiran ini dikembangkan oleh Al- Farabi dengan mengatakan bahwa tuhan tidak mengetahui yang juziyyah maksudnya pengetahuan Tuhan tentang yang rinci tidak sama dengan pengetahuan manusia, tuhan sebagai aql hanya dapat menangkap yang universal, sedangkan untuk mengetahui yang juz’i hanya dapat di tangkap dengan panca indra, karena itu pengetahuannya tentang juz’i tidak secara langsung, melainkan ia sebagai sebab bagi yang juz’i. Tentang penciptaan alam Al- Farabi mengatakan bahwa tuhan menciptakan sesuatu dari bahan yang sudah ada secara pancaran tuhan menciptakan alam semenjak azali engan materi alam berasal dari energi yang qodim sedangkan susunan materi yang menjadi alam baru, karena itu, menurut filsuf kun tuhan yang termaktub dalam al qur’an di tunjukan kepada syai’ bukan kepepada la syai’.[15]
Sebagaimana para filosof muslim pada umum nya,Al-farabi juga mengemukakan ayat-ayat Al-quran dalaqm rangka menyucikan Allah dari bersifat.Ayat-Ayat tersebut ialah surat Al-Syura ayat 42 dan surat Al-shaffat ayat 180.
Tentang asma al-husna,menurut al-farabi,kita boleh saja menyebutkan  nama-nama tersebut sebanyak yang kita inginkan,tetapi nama tersebut tidak menunjukkan ada nya bagian bagian pada Zat Allah atau sifat-sifat yang berbeda dari zat nya.[16]









[1] Yudian Wahyudi Asmin,Aliran dan teori filsafat islam,(Jakarta,Bumi Aksara cet,4 2009)hal,79
[2] Ibid,hal..126
[3] Dr. Hasyim Syah Nasution, M.A. Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002). Hal,83
[4] Dra. H.A Mustofa. Filsafat Islam, (Bandung CV. Pustaka Setia, 1997). Hal.228
[5] Imam Al-Ghazali,metafisika Alam Akhirat,(Surabaya,Risalah Gusti.1998).hal.127
[6] Imam Al-Ghazali,metafisika Alam Akhirat,(Surabaya,Risalah Gusti.1998).hal.143
[7] Ibid..hal.144
[8] Ibid.,hal 157
[9] Ibid.,hal.159
[10] Yudian Wahyudi Asmin,Aliran dan teori filsafat islam,(Jakarta,Bumi Aksara cet,4 2009)hal,79
[11] Dr. Hasyim Syah Nasution, M.A. Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002). Hal,35
[12] Dra. H.A Mustofa. Filsafat Islam, (Bandung CV. Pustaka Setia, 1997). Hal.228
[13] Prof.Dr.H.Sirajuddin Zar,M.A,Filsafat Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,cet,4 2010)hal,70
[14] Ibid.,71
[15] Dr. Nasution Hasyim Syah, M.A. Filsafat Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama.1998
[16] Prof.Dr.H.Sirajuddin Zar,M.A,Filsafat Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,cet,4 2010)hal,74

Tidak ada komentar: