Minggu, 29 Mei 2011

Aliran Muhammadiyah dan Nu



B A B  I
PENDAHULUAN
1.1.       LATAR BELAKANG
Gerakan pembaharuan merupakan suatu perkumpulan terstruktur yang mempunyai misi sebagai pembenahan pemahaman, kepercayaan ataupun agama untuk menjadikan ke depan lebih baik. Gerakan tersebut sangat berarti eksistensinya, terutama dalam memperjuangkan dan menyempurnakan agama. Agama islam misalnya, membutuhkan gerakan tersebut tidak lain supaya keberadaannya tetap ada dan tidak terhapus dari alam (hilang / musnah).
Gerakan ini tidak mungkin seluruh dunia ini sama dan selaras pemahamannya. Hal ini dikarenakan cara pandang individu atau kelompok yang sangat majemuk dan kompleks dalam memahami sesuatu. Perkembangan dan keadaan zaman membuat dua pedoman hidup dinul islam, Al-Qur’an dan Hadits mengalami perubahan dalam menafsirkannya. Dikarenakan timbul penafsiran yang berbeda-beda sehingga memunculkan beberapa para penafsir yang sangat kompleks. Kemajemukan pemahaman ini yang kemudian para penafsir itu menyebarluaskan argumennya kepada masyarakat yang semakin lama semakin besar dan membentuk suatu komunitas yang disebut gerakan pembaharu.

1.2.       RUMUSAN MASALAH
1)      Bagaimana sejarah berdirinya organisasi Muhammadiyah, NU
2)      Apa saja bentuk pemikiran-pemikiran masing-masing organisasi tersebut?
3)      Apa tujuan dari organisasi-organisasi yang di jelaskan dalam makalah ini?

1.3.       TUJUAN
1)      Mendeskripsikan bagaimana sejarah berdirinya organisasi Muhammadiyah, NU,
2)      Menjelaskan bentuk pemikiran-pemikiran dari masing-masing organisasi tersebut.
3)      Agar mahasiswa mampu memahami tujuan pemahaman dari organisasi-organisasi tersebut.



B A B  II
PEMBAHASAN

2.1.       ORGANISASI MUHAMMADIYAH
2.1.1.  SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
            Organisasi Muhammadiyah sebuah gerakan pembaharuan islam dan gerakan pembaharuan kalangan nasionalis di Indonesia yang di bentuk pada tahun 1923 di bawah tekanan pihak koloni belanda.[1]Muhammaddiyah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.               Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Masehi. Organisasi ini didirian oleh KH Ahmad Dahlan dan merupakan salah satu organisasi islam yang tertua.[2]
            Pendidikan dahlan dimulai dari ilmu-ilmu dasar dalam pemahaman Islam,yakni nahu saraf,tafsir dan tauhid.Setelah itu ia berangkat ke mekkah pada 1890 untuk belajar kepada syeh  Ahmad Khatib,ulama asal Indonesia yang terkenal di mekkah waktu itu.Kemudian pada 1903 dahlan kembali mengujungi tanah suci dan bermukim dua tahun lamanya.Dalam kunjungan yang kedua ini dahlan berkesempatan bertemu dengan murid Muhammad Abduh tokoh pembaharuan Islam mesir yang terkenal pada masa  itu.[3]
Sekembalinya dari Mekkah, beliau mulai mempraktekkan ilmu falak (astronomi) di Yogyakarta. Hal yang pertama yang beliau coba ialah mengenai arah kiblat shalat. Saat itu, di Indonesia orang  melakukan shalat persis menghadap ke barat. Padahal, menurut perhitungan Dahlan, seharusnya agak ke utara sedikit. Ketika beliau mencoba membuat garis shaf baru di masjid Kesultanan Yogyakarta, penghulu masjid menjadi murka. Penghulu tersebut bersama anak buahnya berniat merusak surau Dahlan. Karena peristiwa itu, Dahlan berniat hijrah dari Yogya, namun Kyai Shaleh, kakak iparnya mengurungkan niatnya. Kemudian Dahlan menyebarkan fatwa-fatwanya tersebut sambil berdagang.[4]
               Tahun 1909 beliau masuk ke Budi Utomo. Mengingat anggota Budi Utomo umumnya akan bekerja di pemerintahan, beliau berharap dapat mengajarkan agamanya di sekolah-sekolah pemerintah. Harapan tersebut disambut mantap oleh kalangan Budi Utomo karena ajaran Dahlan membuat islam terasa selaras dengan cara berfikir anggota perkumpulan itu.[5]
               Pada suatu saat, mereka menganjurkan agar Dahlan membentuk organisasi bagi penyebaran pahamnya. Alhasil, pada tanggal 18 Nopember 1912, Muhammadiyah resmi berdiri. Ada dua tujuan berdirinya Muhammadiyah ini:
a.   Menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putra di dalam    residensi Yogyakata.
b.    Memajukan hal agama islam kepada anggota-anggotanya.
               Dalam perkembangannya, Muhammadiyah terus saja membangun sekolah, masjid,rumah sakit, dan kegiatan sosial lainnya. Muhammadiyah memang sudah menjadi kultur, bukan lagi organisasi. Seperti yang dikatakan oleh Taufik Abdullah, organisasi pembawa tradisi pembaruan Islam di Indonsia.[6]

2.1.2.  PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.[7]
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam  menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan.[8]
Muhammadiyah yang merupakan sebuah gerakan sosial  keagamaan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan  ini tak lepas dari gerakan pembaharuan dan suatu fenomena modern pada saat ini. Ciri kemodernan ini, menurut Dr. M. Amien Rais, ada tiga hal pokok:
a.       Bentuk gerakannya yang terorganisasi.
b.      Aktivitas  pendidikannya yang  mengacu pada model sekolah  modern untuk ukuran  zamannya.
c.       Pendekatan  teknologis yang digunakan dalam  mengembangkan aktivitas organisasi terutama amal usahanya.
Kendatipun  Muhammadiyah  lahir  sebagai suatu perwujudan dari suatu proses pemikiran yang  mendalam, tetapi  yang  diberikan  Muhammadiyah kepada masyarakat bukanlah dalam bentuk gerakan pemikiran  semata-mata, akan  tetapi diaplikasikan berupa amal nyata di tengah-tengah masyarakat.[9]
            Pada Hakikat nya Muhammadiyah adalah al-Haq yang maha mutlak memanifestasikan secara langsung dan paling sempurna hakikat,sifat-sifat,atau nama-nama nya,hakikat muhammadiyah itu pula yang memancarkan sinar nya kepada setiap hati manusia.Hati manusia yang tertutup oleh hijab dosa atau kecintaan nya selain Allah,tentu tidak mampu menerima sinar tersebut.Hanya hati –hati yang suci dan sudah terbuka yang mampu menerima sinar hakikat muhammadiyah.[10]
2.2.    ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA’ (NU)

2.2.1. SEJARAH BERDIRINYA NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama ), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 16 Rajab 1344 atau  31 Januari 1926 oleh KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah.Organisasi ini berkedudukan di ibu kota Negara,tempat pengurus besarnya berada,NU berakidah Islam menurut Fahaman ahlusunnah waljamaah dan menganut mazhab empat(Hanfi,Maliki,Syafii,Hanbali).Organisasi ini bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.[11]
Tujuan didirikannya NU adalah  menegakkan ajaran Islam  menurut paham Ahlussunnah waljama'ah dan menganut mazhab empat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.[12]
Kelahiran Nu tidak terlepas daripada adanya reaksi terhadap situasi umat islam ketika itu.Pada permulaan abad ke-20 umat islam mengalami ke goncangan akibat kekalahan Turki Usmani dalam perang dunia 1 yang di pandang sebagai kejatuhan umat Islam.Kegoncangan umat Islam ini di perburukkan lagi oleh keputusan  Majlis Nasional Agung Turki yang menghapuskan kekuasaan sultan pada tahun 1922 dan di hapuskan jawatan khalifah pada tahun 1924 di bawah pemerintah yang baru, Mustafa Kamal Atatuik.[13]
Suatu waktu Raja Ibnu Saud  hendak  menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan  penghancuran  warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.[14]
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud  mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran  internasional kalangan pesantren  pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.[15]

2.2.2. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu anggota, pendukung atau simpatisan dan Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Karena sampai hari ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya. Dari segi pendukung atau simpatisan ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, ini bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari (Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009) memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Sedangkan jumlah Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Belum tentu mereka ini semuanya warga atau  mau disebut berafiliasi dengan NU. Mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Perkembangan terakhir pengikut NU mempunyai profesi beragam  yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki  kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran ahlususunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.[16]


Usaha-usaha yang dilakukan organisasi NU antara lain:
1.      Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2.      Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
3.      Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4.      Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5.      Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan merahil 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.[17]




B A B  III
PENUTUP
3.1.  KESIMPULAN
            Dengan membahas semua ini, penulis berharap pembaca mampu memahami semua aspek-aspek dari beberapa organisasi-organisasi yang telah di jabarkan di atas. Sudah selayaknya kita mengetahui organisasi ini jauh lebih dalam hingga ke akar-akarnya,terutama sejarah berdirinya dan beberapa pemikiran-pemikiran yang mereka cetuskan.
 Organisasi-organisasi ini membangun Indonesia agar lebih maju dalam bidang ilmu pengetahuan. Organisasi yang sudah kita ketahui di pembahasan tadi mempunyai pemikiran dan tujuan yang sama, hanya saja beberapa aspek sosial, politik dan budaya yang sedikit berbeda. Seperti Muhammadiyah yang tujuan utamanya adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.


3.2.  SARAN
            Walapun makalah ini telah di usahakan  penyusunannya secermat mungkin, namun tidak tertutup kemungkinan masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi penjelasan ataupun penulisannya. Oeh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik yang sifatnya konstruktif serta koreksi dari pembaca yang budiman. Dan semoga makalah ini bisa membawa kemanfaatan.







DAFTAR PUSTAKA
Adaptasi dewan bahasa dan pustaka Malaysia,Ensiklopedia Islam,Jakarta:PT Ichtiar baru  van Hoeve,2004

A.Mas’adi Gufron,Ensiklopedi Islam (ringkas) Cril Glosse,Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2002
Karim M. Rusli. Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar. Jakarta: Rajawali, 1986
Muhammadiyah. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/muhammadiyah.

Nahdlatul ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.

Nasution Harun .Ensiklopedi Islam Indonesia jilid 2.Jakarta:IAIN Syarif Hidayatullah 2002
Rais, Amien. . Intelektualisme Muhammadiyah. Bandung: Mizan.1995





[1] Gufron A.mas’adi,Ensiklopedi Islam(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2002),hal 284.
[2] Harun Nasution.Ensiklopedi Islam Indonesia jilid 2(Jakarta:IAIN Syarif Hidayatullah 2002),hal 769.
[3] Ibid.,hal,770.
[4] Rusli Karim. Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar. (Jakarta: Rajawali, 1986).hal 3.
[5] Rusli Karim. Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar,,…hal 5.
[6] Harun Nasution.Ensiklopedi Islam Indonesia jilid 2,…hal 771
[7] Muhammadiyah, dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/muhammadiyah.senin 23 mai 2011
[8] Muhammadiyah, dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/muhammadiyah.senin 23 mai 2011
[9] Amien Rais. Intelektualisme Muhammadiyah. (Bandung: Mizan, 1995). Hal  9.
[10] Harun Nasution.Ensiklopedi Islam Indonesia jilid 2,…hal 772
[11] Adaptasi dewan bahasa dan pustaka Malaysia,Ensiklopedia Islam(Jakarta:PT Ichtiar baru  van Hoeve,2004),hal 342.
[12] Ibid,
[13] Ibid.,hal 350.
[14] Nahdlatul Ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.Senin 23 mai 2011

[15] Nahdlatul Ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.Senin 23 mai 2011
[16] Nahdlatul Ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.Senin 23 mai 2011
[17] Nahdlatul Ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.Senin 23 mai 2011